Rabu, 20 Februari 2013

Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi seseorang dan juga sebagai sarana pokok bagi pembangunan kebudayaan dan
peradaban umat manusia. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia guna menyiapkan sumber daya manusia yang handal terus dilakukan oleh pemerintah. Berbagai inovasi program pendidikan telah dilaksanakan, diantaranya penyusunan kebijakan pemerintah dan implementasinya tentang pendidikan dan unsur-unsur yang terkait.
Kepala madrasah sebagai pengelola institusi atau pelembagaan pendidikan tentu saja mempunyai peran yang teramat penting karena ia sebagai desainer, pengorganisasian, pelaksana, pengelola tenaga kependidikan, pengawas, pengevaluasi program pendidikan dan pengajaran di lembaga yang dipimpinnya. Secara operasional kepala madrasah memiliki standar kompetensi untuk menyusun perencanaan strategis, mengelola tenaga kependidikan, mengelola kesiswaan, mengelola fasilitas, mengelola sistem informasi manajemen, mengelola regulasi atau peraturan pendidikan, mengelola mutu pendidikan, mengelola kelembagaan, mengelola kekompakan kerja (teamwork), dan mengambil keputusan.[1]
Selain kepala madrasah, Guru memegang peranan sentral dalam pendidikan. Tanpa peran aktif guru, kebijakan pembaruan pendidikan secanggih apa pun tetap akan sia-sia. Hal tersebut dapat kita lihat dari fenomena pendidikan di Indonesia saat ini, pergantian kurikulum selalu dilakukan untuk tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan, tetapi dalam kenyataanya perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan administratif, sehingga belum dapat membawa perubahan mendasar dalam peningkatan mutu pendidikan. Dengan eksistensi guru sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan, maka setiap ada inovasi pendidikan, khususnya dalam peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu bermuara pada guru.
Selain itu, guru juga mempunyai peran yang sangat penting, yaitu sebagai ujung tombak pelaksana proses kegiatan belajar mengajar. Di lapangan guru berperan sebagai transformator (orang yang memindahkan) ilmu pengetahuan, teknologi, menanamkan keimanan, ketaqwaan dan membiasakan peserta didik berakhlakul karimah serta mandiri. Peran itu dilaksanakan sebagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan yang diamanatkan dalam GBHN, bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, dan produktif, sehat jasmani dan rohani.
Tujuan yang hampir tidak berbeda dikemukakan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa : Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[2]
Agar tercapai tujuan pendidikan seperti yang disebutkan diatas, tentu diperlukan sistem kerjasama yang baik antara kepala madrasah, guru, staf tata usaha dan semua pihak yang berkepentingan (stake holder) dengan pendidikan di madrasah. Kepala madrasah dengan wewenang, kekuasaan dan fungsinya dapat mempengaruhi, memotivasi dan mengarahkan sumber daya yang ada di lembaga yang dipimpinnya.
Peran kepala madrasah yang efektif tentu akan mempengaruhi kinerja guru, sehingga guru menjadi bersemangat dalam menjalankan tugasnya dan mampu menunjukkan prestasi kerja. Hal ini disebabkan guru merasa mendapat perhatian, rasa aman, dan pengakuan atas prestasi kinerjanya, yang pada akhirnya membawa pekerjaannya dapat dilakukan secara baik dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan dan juga memuaskan (accountable and satisfied). [3]
Kepala madrasah diharapkan mampu memberikan motivasi (dorongan) kinerja guru terutama menyangkut tugas pokoknya agar guru dapat melakukan tugas secara profesional.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba memberikan batasan dalam beberapa sub masalah sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah Pengertian Kompetensi Profesional ?
2.    Bagaimanakah Syarat Guru Profesional ?
3.    Bagaimanakah Strategi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru ?
4.    Bagaimanakah Ciri Guru Madrasah Profesional ?

C.    Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Untuk mengetahui tentang Pengertian Kompetensi Profesional, Syarat Guru Profesional, Strategi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru dan Ciri Guru Madrasah Profesional.
2.    Dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran ke dalam khazanah keilmuan sehingga dapat diketahui tentang Pengertian Kompetensi Profesional, Syarat Guru Profesional, Strategi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru dan Ciri Guru Madrasah Profesional.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kompetensi Profesional
Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competence yang berarti kemampuan, keahlian, kewenangan, dan kekuasaan.[1] Dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 1 butir 10 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.[2]
Kompetensi guru adalah kebulatan pengetahuan , keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran.  Sebagai agen pembelajaran maka guru dituntut untuk kreatif dalam mnenyiapkan metode dan strategi yang cocok untuk kondisi anak didiknya, memilih dan menetukan sebuah metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator pembahasan.[3] 
Kata Profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian, seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.[4]
Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.[5]  Sub kompetensi dalam kompetensi Profesional adalah :
1.    Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi yang meliputi  memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
2.    Menguasai struktur dan metode keilmuan yang meliputi menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuandan materi bidang studi.[6]
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru pofesional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan.
Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya.[7]
Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya mem-peroleh pendidikan formal, tetapi juga harus menguasasi berbagai strategi atau teknik di dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan. Selanjutnya dalam melakukan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan (competency) yang beraneka ragam. Guru yang profesional itu memiliki  empat kompetensi atau standar kemampuan yang meliputi kompetensi Kepribadian, Pedagogik, Profesional, dan Sosial. [8] 
Dengan sertifikasi dan predikat guru profesional yang disandangnya, maka guru harus introspeksi diri apakah sudah mengajar sesuai dengan cara-cara seorang guru profesional.  Sebab disadari atau tidak banyak diantara kita para pendidik belum bisa menjadi guru yang profesional sebagai mana yang diharapkan dengan adanya sertifikasi guru sampai saat ini.       

B.     Syarat Guru Profesional
Berbagai upaya yang harus dipikirkan dan dijalankan guna peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan proses belajar mengajar yang sangat tergantung kepada profesionalisme guru sebagai sumber daya manusia. Guru dituntut untuk memiliki berbagai ketrampilan dalam menghantarkan siswa untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Adapun beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, diantaranya adalah :[9]
1.    Menuntut adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
2.    Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
3.    Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4.    Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
5.    Penguasaan materi pelajaran. Untuk memperoleh hasil yang baik maka guru bukan hanya perlu menguasai sekedar materi tertentu, tetapi perlu penguasaan yang lebih luas dari materi yang disajikan.
6.    Kemampuan menerapkan prinsip-prinsip psikologi. Para ahli pendidikan maupun ahli psikologi mengakui tentang adanya perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu, meliputi perbedaan bakat, minat, sikap, harapan dan aspek-aspek kepribadian lainnya. Prinsip-prinsip psikologi yang bertalian dengan belajar dapat memberikan strategi belajar mengajar yang tepat bagi guru.
7.    Kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar. Bekal teoritis dan praktis adalah merupakan disiplin ilmu yang dapat menunjang pemahaman tentang konsep belajar mengajar. Guru harus
memahami berbagai model mengajar secara teoritis dan selanjutnya dapat memilih model-model yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
8.    Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi baru.
Secara formal maupun professional tugas guru seringkali menghadapi berbagai permasalahan yang timbul akibat adanya berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan tugas profesionalnya. Perubahan itu misalnya perubahan kurikulum, pembaharuan sistim pengajaran, adanya peraturan perundang-undangan yang baru dan lain sebagainya. Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai pembaharuan ini sebenarnya merupakan sikap positif yang berkaitan dengan keberadaan lingkungan profesinya.
Selain itu ada juga beberapa syarat yang masih ada bagi profesionalisme guru, antara lain :[10]
1.    Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
2.    Memiliki obyek atau klien layanan yang tetap, yaitu guru dengan muridnya.
3.    Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.
Disamping itu guru yang professional mempunyai beberapa karakeristik, yaitu:
1.    Komitmen terhadap profesionalitas yang melekat pada dirinya seperti sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja.
2.    Menguasai ilmu dan mampu mengembangkan serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya atau sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
3.    Mendidik dan meyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
4.    Mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau menjadi pusat anutan dan konsultan bagi peserta didiknya.
5.    Memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan.
6.    Mampu bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkelanjutan.
Dengan demikian, seseorang yang akan melakukan kegiatan profesional harus menempuh jenjang pendidikan yang khusus menpersiapkan jabatan itu. Untuk menjadi seorang guru maka dia harus menempuh jenjang pendidikan seperti jurusan PAI Fakultas Tarbiyah IAIN/STAIN/PTS, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan, Pendidikan Guru Sekolah Dasar / Madrasah Ibtida’iyah (PGSD/MI) dan lain sebagainya.
Kualitas pendidikan guru akan berdampak pada tinggi rendahnya mutu pendidikan. Karena guru adalah faktor penentu keberhasilan belajar. Karenanya seorang yang berprofesi sebagai guru harus selalu meningkatkan profesionalismenya. Namun keberhasilan belajar tidak bisa lepas juga dari kontribusi komponen-komponen sistem pendidikan lainnya, yaitu fasilitas, sarana prasarana, siswa, kepala sekolah, partisipasi orangtua dan masyarakat. Menyangkut faktor guru, banyak kemampuan profesional yang harus dimilikinya, dikuasainya dengan baik, agar proses belajar mengajar menjadi penuh bermakna dan selalu relevan dengan tujuan dan bahan ajarnya.

C.    Strategi Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional Guru
Tanggungjawab pembinaan guru berada di tangan kepala sekolah (madrasah) dan penilik sekolah. Mengingat yang hampir bertemu setiap hari dengan guru di madrasah adalah kepala madrasah, dan bukan pembina yang lainnya, maka kepala madrasahlah yang paling banyak bertanggungjawab dalam pembinaan profesionalisme guru.[11]
Pembinaan profesionalisme guru dimaksudkan sebagai serangkaian usah pemberian bantuan kepada guru terutama bantuan berwujud bimbingan profesional yang dilakukan oleh kepala madrasah, pengawas dan mungkin oleh pembina sesama guru lainnya untuk meningkatkan proses dan hasil belajar mengajar. Bimbingan profesional yang dimaksud adalah kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan profesionalisme guru terutama dalam proses belajar mengajar. Disamping itu pembinaan guru juga dimaksudkan sebagai usaha terlaksananya sistem kenaikan pangkat dalam jabatan profesional guru.
Ada beberapa strategi yang diikuti oleh pembina (kepala madrasah) dalam melakukan pembinaan profesionalisme guru, yaitu:[12]
1.    Mendengar (listening), yang dimaksud dengan mendengar adalah kepala madrasah mendengarkan apa saja yang dikemukakan oleh guru, bisa berupa kelemahan, kesulitan, kesalahan, masalah dan apa saja yang dialami oleh guru, termasuk yang ada kaitannya dengan peningkatan profesionalisme guru.
2.    Mengklarifikasi (clarifying), yang dimaksud klarifikasi adalah kepala madrasah memperjelas mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru. Jika pada mendengar (point 1) diatas, kepala madrasah mendengar mengenai apa saja yang dikemukakan oleh guru, maka dalam mengklarifikasi ini kepala madrasah memperjelas apa yang diinginkan oleh guru dengan menanyakan kepadanya.
3.    Mendorong (Encouraging), yang dimaksud dengan mendorong adalah kepala madrasah mendorong kepada guru agar mau mengemukakan kembali mengenai sesuatu hal bilamana masih dirasakan belum jelas.
4.    Mempresentasikan (presenting), yang dimaksud dengan mempresentasikan adalah kepala madrasah mencoba mengemukakan persepsinya mengenai apa yang dimaksudkan oleh guru.
5.    Memecahkan masalah (problem solving), yang dimaksud dengan memecahkan masalah adalah kepala madrasah bersama-sama dengan guru memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh guru.
6.    Negosiasi (negotiating), yang dimaksud dengan negosiasi adalah berunding. Dalam berunding, kepala madrasah dan guru membangun kesepakatan-kesepakatan mengenai tugas yang harus dilakukan masing-masing atau bersama-sama.
7.    Mendemonstrasikan (demonstrating), yang dimaksud dengan mendemonstrasikan adalah kepala madrasah mendemonstrasikan tampilan tertentu dengan maksud agar dapat diamati dan ditirukan oleh guru.
8.    Mengarahkan (directing), yang dimaksud dengan mengarahkan adalah kepala madrasah mengarahkan agar guru melakukan hal-hal tertentu.
9.    Menstandarkan (standardization), yang dimaksud dengan menstandarkan adalah kepala madrasah mengadakan penyesuaian-penyesuaian bersama dengan guru.
10.    Memberikan penguat (reinforcing), yang dimaksudkan memberikan penguat adalah kepala madrasah menggambarkan kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi pembinaan guru.
Adapun strategi kepala madrasah dalam meningkatkan profesionalisme guru, dapat digambarkan dalam tabel berikut: [13]
No.
Strategi Pembina
Aktivitas Pembina
Hasil Yang Diperoleh
1.
Directive
1.      Mengklarifikasi
2.      Mempresentasikan
3.      Mendemonstrasikan
4.      Mengarahkan
5.      Menstandarkan

Memberikan penguat kepada guru yang tanggungjawab dalam mengembangkan dirinya sangat rendah (minimum), dibutuhkan keterlibatan yang tinggi dari pembina (tanggungjawab pembina harus maksimum)
2.
Non Directive
1.      Mendengarkan
2.      Mengklarifikasi
3.      Mendorong
4.      Mempresentasikan
5.      Negosiasi

Tanggungjawab guru dalam mengembangkan dirinya tinggi (maksimum), sebaliknya tanggungjawab pembina dalam membina rendah (minimum). Pembina hanya sebagai fasilitator saja
3.
Collaborative
1.      Mendengarkan
2.      Mempresentasikan
3.      Pemecahan masalah
Negosiasi tanggungjawab pembina dan guru sama-sama sedang, atau dengan kata lain terjadinya kontak yang seimbang antara pembina dan guru

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa orientasi strategi pembina (kepala madrasah/sekolah) terbagi tiga, yaitu directive, non directive dan collaborative. Pada strategi pembina yang directive, tanggungjawab pembina maksimum, sebaliknya tanggungjawab guru minimum. Sedangkan pada strategi pembina non directive, tanggung jawab pembina minimum, sebaliknya tanggungjawab guru maksimum. Sementara pada strategi pembina yang collaborative, baik tanggung-jawab guru maupun pembina sama-sama berada dalam keadaan sedang atau berada seimbang.

D.    Ciri Guru Madrasah Profesional
Untuk mendukung pencapaian kompetensi di tingkat madrasah, diperlukan dukungan dari berbagai pihak yang berkepentingan dalam pendidikan di madrasah, baik pengelola madrasah, orang tua siswa, tokoh masyarakat, siswa dan terutama guru. Dalam hal ini guru menjadi penentu dalam mencapai keberhasilan pembelajaran, sebab ia dituntut untuk melakukan kreasi agar tercipta suasana belajar yang efektif. Untuk itu, diperlukan tenaga guru yang profesional dan mempunyai komitmen tinggi dalam bidang pendidikan di madrasah.
Dengan kata lain, dibutuhkan guru yang profesional, dengan ciri-ciri sebagai berikut:[14]
1.    Selalu membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk dilaksanakan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sebelum mengajar guru harus sudah mempersiapkan diri sebaik mungkin baik persiapan fisik, mental, maupun materi tentang mata pelajaran yang diampu. Persiapan fisik berupa penampilan jasmani baik berupa pakaian, kerapian dan kebugaran jasmani. Persiapan mental mencakup sikap batin guru untuk mempunyai komitmen dan mencintai profesi pendidik untuk membantu siswa mencapai taraf kedewasaan dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Sedangkan kesiapan materi meliputi penguasaan bahan siswaan yang akan disampaikan kepada siswa. Penguasaan ini tercermin dari pemahaman yang utuh tentang materi pokok yang ada dalam kurikulum dan diperkaya dengan wawasan keilmuan mutakhir. Dengan demikian. guru diharapkan tidak sekedar menyampaikan materi pokok yang tertuang dalam kurikulum baku, namun harus dikembangkan dan diperkaya dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
2.    Berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang menempatkan siswa sebagai arsitek pembangun gagasan dan guru berfungsi untuk “melayani” dan berperan sebagai mitra siswa supaya peristiwa belajar bermakna berlangsung pada semua individu. Dalam Islam siswa disebut dengan “thalib yang artinya orang yang aktif mencari ilmu pengetahuan. Untuk itu, guru perlu mengkondisikan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal ini dapat terjadi jika ditunjang oleh penerapan strategi belajar yang mendorong siswa terlibat secara fisik dan psikis tentang proses pembelajaran.
3.    Bersikap kritis dan berani menolak kehendak yang kurang edukatif. Guru diharapkan mengembangkan dan mengelaborasi sendiri materi pokok yang ditetapkan dalam kurikulum. Untuk itu, sikap kritis harus dimiliki oleh guru yang tercermin antara lain dari praktek pembelajaran yang mengaitkan dengan problem realitas yang ada di sekitarnya. Selain itu, guru juga diharapkan berani memberikan masukan tentang praktek pendidikan di sekitarnya, terutama di lingkungan sekolahnya, yang tidak mencerminkan praktek pendidikan, misalnya praktek pendidikan yang tidak membuat siswa aktif dan kreatif malah mengekang siswa melalui stratagi pembelajaran yang diterapkan para guru lain.
4.    Berkehendak mengubah pola tindakan dalam menetapkan peran siswa, peran guru dan gaya mengajar. Peran siswa digeser dari peran sebagai “konsumen” gagasan, seperti menyalin, mendengar, menghafal, ke peran sebagai “produsen” gagasan, seperti bertanya, meneliti dan mengarang. Peran guru harus berada pada fungsi sebagai fasilitator (pemberi kemudahan peristiwa belajar) dan bukan pada fungsi sebagai penghambat peristiwa belajar. Gaya mengajar lebih difokuskan pada model pemberdayaan dan pengkondisian daripada model latihan (drill) dan pemaksaan (indoktrinasi). Hal ini akan terwujud jika guru mempunyai pemahaman atau kesadaran tentang hakikat pendidikan, yakni sebagai proses memanusiakan manusia (siswa) dengan cara mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Untuk itu, kegiatan pembelajaran yang diterapkan guru harus selalu mempertimbangkan kondisi siswa, bukan memaksakan kehendak atau persepsi guru yang kadang tidak sesuai dengan kecenderungan siswa.
5.    Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua dan masyarakat agar dapat berpihak pada mereka terhadap beberapa inovasi pendidikan yang edukatif serta cenderung sulit diterima oleh orang awam dengan menggunakan argumentasi yang logis dan kritis. Dalam sistem Kurikulum Timgkat Satuan Pendidikan yang sbenarnya merupakan penjabaran/pengembangan dari kurikulum sebelumnya yang berbasis kompetensi, keberpihakan pada kepentingan siswa perlu ditekankan dalam kegiatan pembelajaran, dalam pengertian bahwa semua aktifitas pembelajaran pada dasarnya diperuntukkan untuk kemanfaatan dan kebermaknaan siswa. Untuk itu, guru dituntut aktif dan kreatif mengembangkan dan menciptakan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif. Kegiatan pembelajaran ini tidak hanya dipahami sebatas yang berlangsung dl dalam kelas, tapi juga di luar kelas. Sebagai contoh, kegiatan pembelajaran untuk mata pelajaran Qur’an hadits tidak akan berjalan secara maksimal ketika hanya berlangsung di ruang kelas, namun harus dikondisikan juga di luar kelas, sebab Qur’an hadits bukan menekankan aspek kognitif yang cukup diberikan di kelas, namun harus dipraktekkan. Karena itu, upaya menjalin sinergi perlu diciptakan oleh guru sehingga ada keterpaduan antara yang disampaikan di kelas dengan yang dipraktekkan siswa di luar kelas, terutama di keluarga dan masyarakat.
6.    Bersikap kreatif dalam membangun dan menghasilkan karya pendidikan seperti pembuatan alat bantu belajar, analisis materi pembelajaran, penyusunan alat penilaian yang beragam, perancangan beragam organisasi kelas dan perancangan kebutuhan kegiatan pembelajaran lainnya. Untuk mengoptimalkan kegiatan belajar mengajar, guru perlu memanfaatkan sumber belajar yang ada di sekitar sekolah, baik sumber belajar yang dirancang khusus untuk tujuan pembelajaran maupun sumber belajar yang sudah tersedia secara alami yang tinggal dimanfaatkan oleh guru.[15]


BAB III
KESIMPULAN

1.      Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya.
2.      Adapun beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, diantaranya adalah :
a.    Menuntut adanya ketrampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam.
b.    Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.
c.    Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
d.   Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.
e.    Memiliki kode etik sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
f.     Memiliki obyek atau klien layanan yang tetap, yaitu guru dengan muridnya.
g.    Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.
h.    Penguasaan materi pelajaran.
i.      Kemampuan menerapkan prinsip-prinsip psikologi.
j.      Kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar.
k.    Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi baru.
3.      Strategi kepala madrasah dalam meningkatkan kompetensi profesional guru:
a.    Mendengar (listening).
b.    Mengklarifikasi (clarifying).
c.    Mendorong (Encouraging).
d.   Mempresentasikan (presenting).
e.    Memecahkan masalah (problem solving).
f.     Negosiasi (negotiating).
g.    Mendemonstrasikan (demonstrating).
h.    Mengarahkan (directing).
i.      Menstandarkan (standardization).
j.      Memberikan penguat (reinforcing).
4.      Ciri-ciri guru professional adalah sebagai berikut:
a.    Selalu membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk dilaksanakan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
b.    Berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang menempatkan siswa sebagai arsitek pembangun gagasan.
c.    Bersikap kritis dan berani menolak kehendak yang kurang edukatif.
d.   Berkehendak mengubah pola tindakan dalam menetapkan peran siswa, peran guru dan gaya mengajar.
e.    Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua dan masyarakat agar dapat berpihak pada mereka terhadap beberapa inovasi pendidikan yang edukatif.
f.     Bersikap kreatif dalam membangun dan menghasilkan karya pendidikan.




[1] Djuhardi, Profil Kompetensi Guru Madrasah Diniyyah: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, (tidak diterbitkan, 2007), 111
[2] Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
[3] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), 9


[4] Ibid…, 17
[5]Siwalimanews, Kualitas Guru Madrasah harus ditingkatkan, dalam http://www.siwalimanews.com/show.php?mode=artikel&id=2070, diakses tanggal 28 November 2012
[6] Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, (Jakarta :Ghalia Indonesia, 1987), 98
[7] Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Membangun Sumberdaya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 127
[8] Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Membangun Sumberdaya Manusia..., 130
[9] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan…, 32
[10]Zainal Muttaqien, 6 Ciri Guru Madrasah Profesional dalam https://izaskia.wordpress.com/2010/04/18/6-ciri-guru-madrasah-profesional, diakses tanggal 28 November 2012
[11] Sutarto, Dasar-dasar Kepemimpinan Administrasi, ( Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), 65
[12] Willem Mantja, Manajemen Pendidikan dalam Era Reformasi, (Malang : Universitas Negeri Malang, 2002), 87
[13] Willem Mantja, Manajemen Pendidikan dalam Era Reformasi..., 89
[14] Tim Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama RI, Kurikulum Berbasis Kompetensi : Kegiatan Pembelajaran Qur’an Hadits Madrasah Aliyah, (Jakarta : Dirjen Binbaga Islam Depag RI, 2003), 14-16
[15]Zainal Muttaqien, 6 Ciri Guru Madrasah Profesional dalam https://izaskia.wordpress.com/2010/04/18/6-ciri-guru-madrasah-profesional, diakses tanggal 28 November 2012
 





[1] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), 5

[2] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
[3] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan…, 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar