Rabu, 20 Februari 2013

Analisis dan Problematika Output Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dalam Kebijakan Pendidikan Nasional


A. Pendahaluan Perguruan Tinggi Agama Islam adalah perguruan tinggi di Indonesia yang pengelolaannya berada di bawah Departemen Agama. Secara teknis akademis, pembinaan Perguruan Tinggi Islam Negeri dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional, sedangkan secara fungsional dilakukan oleh Departemen Agama. Sedangkan Output Perguruan Tinggi Agama Islam yang dimaksudkan disini adalah lulusan atau hasil keluaran yang dihasilkan dari Perguruan Tinggi Agama Islam tersebut. Upaya tokoh-tokoh Islam untuk memberdayakan umat Islam di Indonesia dalam jalur pendidikan juga diwujudkan dengan mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam sebagai sebuah lembaga lanjutan. Upaya ini disempurnakan secara berkesinambungan mulai dari awal hingga sekarang dengan berbagai terobosan. Perguruan Tinggi Agama Islam mempunyai ciri khas yang yaitu terlihat jelas pada beban studi yang ditawarkan kepada mahasiswa dan produk yang dihasilkannya, Perguruan Tinggi Agama Islam secara konsisten berupaya menghasilkan produk yang memiliki berbagai kompetensi. Diantaranya kompetensi akademik yang berkaitan dengan metodelogi keilmuan, kompetensi professional yang menyangkut dengan kemampuan penerapan ilmu dan teknologi dalam realitas kehidupan, dan kompetensi intelektual yang berkaitan dengan kepekaan terhadap persoalan yang berkembang. Sasaran ini tentu saja sangat sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman yang memotivasi penajaman intelektual. Dengan demikian, idealnya, output yang dihasilkan Perguruan Tinggi Agama Islam memiliki kualitas yang handal dan mampu bersaing ditengah masyarakat. Selain sebagai wahana yang berorentasi kepada peningkatan kualitas output yang merupakan kunci kemampuan daya saing yang tinggi, Perguruan Tinggi Agama Islam juga dibangun sebagai wahana untuk alih teknologi dan pengembangannya serta sebagai lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika umat. Output yang dihasilkan Perguruan Tinggi Agama Islam diharapkan memiliki keunggulan dalam pengembangan keilmuan serta keluhuran moral atau akhlak mulia. Walaupun namanya Perguruan Tinggi Agama Islam namun dalam pelaksanaan pembelajarannya tidak hanya mengajarkan pelajaran-pelajaran agama saja, tetapi juga mengajarkan pelajaran-pelajaran umum, hal ini supaya output yang dihasilkan tidak hanya berbudi luhur, berakhlak mulia, pandai dalam ilmu agama tetapi juga pandai dalam ilmu-ilmu lainnya, sehingga output yang dihasilkan dari Perguruan Tinggi Agama Islam ini kelak dapat bersaing dengan Perguruan Tinggi yang lainnya. Namun dalam kenyataannya, masih sangat banyak persoalan dalam Perguruan Tinggi Agama Islam terutama yang menyangkut masalah outputnya, antara lain dalam manajemennya, minat masyarakat yang masih kurang karena mereka menganggap Perguruan Tinggi Umum lebih maju. B. Dasar Hukum Berikut dasar-dasar kebijakan yang diberlakukan pemerintah dalam Perguruan Tinggi Agama Islam. 1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 pada Pasal 1 ayat (1) bahwa: ”Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah”. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya pendidikan tinggi menyelenggarakan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dari jenjang pendidikan sekolah, dan diharapkan dapat mengghasilkan lulusan atau output yang memiliki kualifikasi sebagai berikut: a. Menguasai dasar-dasar ilmiah dan ketrampilan dalam bidang keahlian tertentu sehingga mampu menemukan, memahami, menjelaskan, dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada di dalam kawasan keahliannya. b. Mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan bidang keahliannya dalam kegiatan produktif dan pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama. c. Mampu bersikap dan berperilaku dalam membawakan diri berkarya di bidang keahliannya maupun dalam berkehidupan bersama di masyarakat. d. Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan atau kesenian yang merupakan keahliannya. 2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 24 ayat (1) yang berbunyi: “Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan”. Adapun kebebasan akademik merupakan salah satu segi yang mendasar dalam upaya pengembangan keilmuan. Kebebasan akademik memiliki dua sisi, yaitu hak untuk mengutarakan pendapat atau pandangan secara akademik dan kewajiban untuk menyampaikan hasil temuannya baik bagi kepentingan dunia ilmu maupun kesejahteraan umat manusia yang dapat menghasilkan lulusan atau output sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Selain itu, Lulusan atau output Perguruan Tinggi Agama Islam harus memiliki kompetensi-kompetensi tertentu. Adapun kompetensi lulusan itu dapat dikelompokkan menjadi empat kompetensi, yaitu: a. Kompetensi dasar adalah kompetensi yang dimiliki oleh setiap mahasiswa sebagai dasar bagi kompetensi utama, pendukung dan kompetensi lainnya. b. Kompetensi utama adalah kompetensi yang dimiliki oleh setiap mahasiswa sesudah menyelesaikan pendidikannya di suatu program tertentu. c. Kompetensi pendukung adalah kompetensi yang diharapkan dapat mendukung kompetensi utama. d. Kompetensi lain adalah kompetensi yang dianggap perlu dimiliki oleh mahasiswa sebagai bekal mengabdi di masyarakat, baik yang terkait langsung maupun tidak terkait. Kompetensi-kompetensi tersebut diperlukan untuk memberikan basic competencies ilmu-ilmu keislaman sebagai ciri khas PTAI, serta ilmu-ilmu dasar lainnya yang menjadi landasan dalam pengembangan kepribadian dan pendasaran bagi pengembangan keahlian dari prodi-prodi yang ada, memberikan kemampuan adaptasi terhadap ketidakpastian lapangan kerja, sifat pekerjaan dan perkembangan masyarakat yang tidak menentu serta mengantisipasi pekerjaan dengan persyaratan kompetensi yang sifatnya kompetitif dan tidak mengenal batas-batas fisik wilayah, Negara dan pemerintahan. 3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 24 ayat (2) yang berbunyi: “Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”. Hal ini dimaksudkan bahwa perguruan tinggi memiliki kebebasan untuk mengelola sendiri lembaganya dalam berbagai hal utamanya dalam pendidikannya yang merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik. Selain itu juga dalam hal penelitian ilmiah yang merupakan kegiatan menelaah kaidah-kaidah dalam upaya untuk menemukan kebenaran atau menyelesaikan masalah dalam ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian. Selanjutnya pada pengabdian kepada masyarakat yang merupakan kegiatan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat. C. Problem Dari segi tanggung jawab pengelolaan, Perguruan Tinggi Agama Islam terpolarisasi menjadi dua, yaitu Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) dan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS). PTAIN dikelola dan didanai hampir sepenuhnya oleh pemerintah atau Negara, sedangkan PTAIS dikelola dan didanai hampir sepenuhnya oleh masyarakat. Pengembangan PTAIN menghadapi kendala politis, kultural, social dan psikologis. Kendala politis ini terjadi misalnya menyangkut pengembangan kelembagaan seperti yang terjadi pada zaman Orde Baru. Pada masa rezim Soeharto sangat sulit mengubah IAIN menjadi UIN karena tidak di dukung oleh good will, political will maupun political power dari pemerintah. Selain itu juga komunitas yang menghuni PTAIN banyak yang berasal dari organisasi pergerakan, padahal pergerakan terkenal memiliki sentuhan politik yang sangat mendalam. Kendala lain yang dihadapi PTAIN adalah kendala kultural. Misalnya, motivasi dakwah mendominasi langkah-langkah civitas akademika sehingga berimplikasi pada munculnya kegiatan tanpa perencanaan yang matang, kecenderungan menjadi masyarakat yang suka mendengar dan bercakap-cakap (listening-speaking society) daripada menjadi masyarakat yang cenderung membaca dan menulis (reading-writing society). Kendala selanjutnya berhubungan dengan dimensi sosial dan masyarakat. PTAIN belum memiliki daya tarik bagi masyarakat secara luas. Masyarakat yang memilih PTAIN sebagai tempat kuliah masih terbatas pada kalangan masyarakat santri. Keadaan ini barang kali ada kaitannya dengan penilaian mereka yang salah tentang mata kuliah yang diajarkan di PTAIN. Kendala yang berikutnya adalah kendala psikologis. Masyarakat Indonesia secara psikologis belum bisa diajak maju, baik masyarakat yang berasal dari level pejabat, kalangan pendidikan, siswa atau mahasiswa maupun para orang tua. Kendala-kendala tersebut mempengaruhi lulusan atau output yang dihasilkan oleh Perguruan Tinggi Agama Islam sehingga sulit membaca kebutuhan masyarakat. Apabila selama ini perguruan tinggi tidak mampu melahirkan tenaga-tenaga terampil yang dibutuhkan dunia lapangan kerja, ini disebut kegagalan pendidikan tinggi. Jadi terlepas dari usaha manusia, bisa dikatakan bahwa pengangguran ini juga disebabkan oleh kurikulum lembaga pendidikan yang tidak tepat sasaran. Perguruan tinggi tidak bisa memberikan yang terbaik bagi nasib dan masa depan bangsa ke depan. Perguruan tinggi tidak sepenuhnya berdedikasi tinggi bagi pengentasan pengangguran yang membanjiri negeri ini dan justru ikut menyumbangkan persoalan di tengah sosial dengan segala konsekwensi buruknya. Bila ada pendapat yang mengatakan bahwa perguruan tinggi menjadi tulang punggung utama guna memperbaiki kehidupan bangsa, itu pun masih perlu dibahas kembali dan dicarikan kebenarannya dalam konteks apalah namanya. Jelas, ada yang salah dalam pengelolaan pendidikan tinggi di perguruan tinggi saat ini. Sudah diakui oleh kalayak luas bahwa perguruan tinggi merupakan tempat untuk meningkatkan kualitas manusia, baik dari aspek jiwa atau ruh, intelektual, sosial dan profesionalitasnya. Amanah atau beban itu sebenarnya tidak mudah dipikul oleh Perguruan Tinggi Agama Islam, utamanya perguruan tinggi yang tidak didukung oleh finansial yang mencukupi. Akibatnya banyak lulusan atau output yang tidak sesuai dengan harapan pemerintah dan juga masyarakat yang biasanya disebut dengan Sarjana pengangguran. Hal ini dapat dilihat dari data yang bersumber dari kampus.okezone.com adalah sebagai berikut: Yogyakarta -Tingginya jumlah lulusan perguruan tinggi atau sarjana Strata 1 (S-1) yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan kerja yang memadai menyebabkan jumlah intelektual yang menganggur tinggi. Selain itu, persoalan terbatasnya informasi dan kualifikasi yang kurang memenuhi kompetensi juga menjadi pemicu utama mengapa penyerapan angkatan kerja, terutama jebolan dari Perguruan Tinggi sampai sekarang masih rendah. “Pengangguran akademik ini bukan semata-mata akibat jumlah lapangan pekerjaan yang kurang, tapi juga tidak lancarnya pertemuan antara pencari kerja dan penyedia kerja. Ini friksi yang menciptakan pengangguran di pasar tenaga kerja,” papar Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Edy Suandi Hamid saat membuka Job Fair Campus Hiring di Kampus Terpadu UII, Yogyakarta. Edy menuturkan, berdasarkan data terakhir, jumlah pengangguran yang bergelar sarjana mencapai 7,8 persen dari total angkatan kerja. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan pengangguran secara nasional yaitu 6,8 persen. Sehingga melalui adanya kegiatan tersebut diharapkan dapat menjembatani para pencari kerja. Hal diatas kurang sesuai dengan kebijakan yang diberikan oleh pemerintah khususnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (1) yang diharapkan dapat mengghasilkan lulusan atau output yang memiliki kualifikasi tertentu serta sesuai dengan tuntutan masyarakat. Ada yang tidak dan belum beres dalam mengelola pendidikan tinggi di perguruan tinggi. Ada konsep pemikiran yang tidak bersambungan antara harapan orang tua peserta didik untuk memasukkan dan menyekolahkan anak-anaknya di perguruan tinggi dengan para pemegang pendidikan tinggi tersebut. Apabila para orang tua peserta didik mengharapkan anak-anaknya mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan selanjutnya bisa diaplikasikan dalam dunia kerja, ternyata harapan ideal para orang tua tersebut belum dan tidak didengar para pemegang pendidikan tinggi. Para pemegang pendidikan tinggi tidak mengetahui pesan nurani para orang tua tersebut sesungguhnya. Ada salah komunikasi lintas sektoral di antara dua kelompok tersebut. Ironisnya, selama pendidikan tingginya sesuai dengan misi dan visi perguruan tinggi, akan tetapi tidak mencakup muatan pesan nurani para orang tua, perguruan tinggi tetap menjalankan pendidikan tingginya itu. Sangat jelas, antara keinginan para orang tua dan perguruan tinggi tidak bersatu dan dicoba satupadukan. Sejatinya dan secara ideal, perguruan tinggi itu harus mengerti dan memahami kebutuhan para konsumen pendidikan, namun hal tersebut dibiarkan begitu saja dan tidak mendapat ruang kepedulian. Ini sungguh memilukan. Perguruan tinggi mementingkan kepentingan dirinya sendiri sementara kepentingan para orang tua dan peserta didik sebagai konsumen ditelantarkan dengan begitu saja. Sejumlah bukti perguruan tinggi tidak sepenuhnya berpihak pada kepentingan dan kebutuhan konsumen pendidikan, itu bisa dibaca dan diketahui di beberapa perguruan tinggi dengan program studi yang tidak dan kurang aplikatif. Ada beberapa program studi yang tidak layak dipertahankan, itu pun masih dipertahankan keberadaannya. Seolah bertujuan untuk melengkapi program studi lainnya supaya kelihatan banyak program studi yang diberlangsungkan dalam perguruan tinggi tersebut. Sementara ada beberapa program studi yang sangat diminati konsumen pendidikan, program studi tersebut tidak digarap secara serius. Ini sangat menunjukkan bahwa pengelolaan pendidikan tinggi selama ini tidak dikerjakan secara profesional. Oleh karenanya, ketidakmampuan perguruan tinggi membaca kebutuhan lapangan yang kongkrit pun menjadi sebuah persoalan baru yang cukup merumitkan keadaan. Ini sesungguhnya yang justru akan menambah ketidakjelasan arah pendidikan tinggi di perguruan tinggi. Sangat jelas, hal sedemikian memberikan satu stigma buruk terhadap pendidikan tinggi yang selama ini diberlangsungkan. Pendidikan tinggi hanya dikerjakan apa adanya, tanpa dikonsep secara jelas dan matang. Pendidikan tinggi adalah sebuah proses penyelenggaraan pendidikan yang tidak memiliki dasar pemikiran sangat matang dan aplikatif, akan dibawa kemana arah pendidikannya. Hal sedemikian sungguh sebuah potret pendidikan tinggi yang muram dan sudah kehilangan identitas dirinya sebagai pendidikan yang siap mencetak generasi bangsa, yang dipersiapkan untuk mengisi seluruh lini kehidupan bangsa guna menggapai bangsa besar, maju dan makmur dan berakhirnya persentase besar-besaran munculnya sarjana pengangguran. D. Analisis SWOT 1. Kekuatan (Strength) a. Dukungan Kebijakan Pemerintah (UU, PP, dan Keputusan Lainnya) yang memberikan peluang untuk tetap eksisnya lembaga Pendidikan Tinggi Islam. b. Banyaknya lembaga pendidikan Islam tingkat dasar dan menengah yang menjadi raw input bagi Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti pesantren, sekolah, dan madrasah. c. Standar kompetensi lulusan di PTAI di harapkan menjadi: 1) Sarana pengendalian dan penjaminan mutu lulusan dan perumusan berbagai kebijakan yang terkait. 2) Rambu-rambu dalam perencanaan pengembangan kurikulum agar pemberdayaan output yang dapat dicapai secara optimal. 3) Mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam, sebagai acuan dalam upaya melakukan evaluasi diri terhadap pencapaian kualifikasi berkaitan dengan penguasaan kompetensi lulusan yang secara minimal harus dipenuhi sebagai persyaratan lulusan. 4) Masyarakat pengguna lulusan, sebagai acuan dalam merencanakan dan melaksanakan rekrutmen, penempatan dan pengembangan tenaga kerja yang diperlukan. 2. Kelemahan (Weakness) Hal ini dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal dari Perguruan Tinggi Agama Islam tersebut. a. Faktor internal antara lain: 1) Kurikulum yang digunakan tidak tepat sasaran. 2) Program studi yang kurang aplikatif, artinya ada beberapa program studi yang tidak layak dipertahankan. 3) Ketidak mampuan perguruan tinggi membaca kebutuhan lapangan kerja. 4) Terbatasnya Sumber Daya Manusia dalam mengelolanya, baik tenaga administrasi maupun dosen, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. 5) Terbatasnya sarana dan fasilitas b. Faktor eksternal antara lain: 1) Kebijakan pemerintah yang belum mampu menyentuh sisi terdalam dari sebuah pendidikan khususnya di Perguruan Tinggi Agama Islam. 2) Tidak lancarnya pertemuan antara pencari kerja dan penyedia kerja, Karena hampir sebagian besar mental anak sekarang mudah putus asa. 3. Peluang (Opportunity) a. Dalam meningkatkan lulusan atau output dari Perguruan Tinggi Agama Islam semakin baik meskipun belum optimal, sehingga diharapkan kedepan akan lebih memberikan harapan yang baik dengan dihasilkannya lulusan atau output yang lebih berkualitas dari tujuan yang ada di Perguruan Tinggi Agama Islam dengan peningkatan mutu pendidikan dan beberapa perubahan kurikulum dalam Perguruan Tinggi Agama Islam sehingga diharapkan akan menghindarkan kekecewaan masyarakat, serta lembaga pendidikan tinggi islam akan berjalan dengan baik. b. Harapan masyarakat terutama umat Islam sangat besar terhadap pendidikan tinggi Islam. c. Semakin banyak lembaga pendidikan tinggi islam yang berkualitas sehingga digandrungi masyarakat. d. Etos belajar yang menyangkut kemampuan belajar serta berfikir secara kreatif dan kritis serta mengoptimalkan kegunaan kemampuan-kemampuan biologis dan psikologis. 4. Ancaman (Threatment) a. Menghadapi era globalisasi yang menuntut perubahan paradigma untuk bisa bertahan hidup di era globalisasi. b. Masih banyak perguruan tinggi Islam yang amsih dalam proses pembinaan sehingga dikhawatirkan kalah bersaing di era persaingan sekarang. Semakin sulitnya mendapat lowongan kerja bagi lulusan pendidikan tinggi Islam terutama alumni ilmu-ilmu keislaman. c. Yang menjadi prioritas sekarang adalah, bagaimana pendidikan tinggi yang telah ada, mampu untuk menghasilkan sosok lulusan atau output yang kompeten sehingga benar-benar bisa mengurangi suatu pengangguran di negeri ini. Baik mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal. E. Problem Solving Pendidikan adalah bagian terpenting bagi suatu negara dalam rangka mencetak sumber daya manusia yang berkualitas untuk membawa kemajuan bangsa pada kancah dunia internasional. Melihat begitu besanya peran pendidikan, disini penulis mencoba untuk memberikan tawaran guna memecahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi bahwa dalam pencapaian tujuan program Pendidikan Islam ini dilakukan melalui sejumlah kegiatan strategis sebagai berikut : 1. Peningkatan Akses dan Mutu Pendidikan Tinggi Islam Lulusan atau output yang hendak dihasilkan adalah: a. Meningkatnya akses pendidikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). b. Meningkatnya mutu layanan pendidikan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). c. Meningkatnya mutu dan daya saing lulusan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). d. Meningkatnya mutu tata kelola Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Lulusan atau output tersebut dapat dicapai melalui penyediaan dan pengembangan sarana prasarana Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal, peningkatan mutu lulusan dan daya saing bertaraf internasional, peningkatan mutu kurikulum dan bahan ajar, peningkatan partisipasi masyarakat, pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak, pengembangan Ma`had Aly pada Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), penataan program studi dan bidang keilmuan yang fleksibel memenuhi kebutuhan pembangunan, penguatan konsorsium atau perpustakaan ilmu-ilmu keislaman yang memperkuat pengembangan dan pengkajian ilmu-ilmu keislaman di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), serta peningkatan mutu tata kelola Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). 2. Penyediaan Subsidi Pendidikan Tinggi Islam Bermutu Lulusan atau output yang hendak dihasilkan adalah tersedia dan tersalurkannya beasiswa bagi mahasiwa miskin dan mahasiswa berprestasi termasuk di daerah bencana, terpencil dan tertinggal. 3. Peningkatan Mutu dan Kesejahteraan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi Islam Lulusan atau output yang hendak dihasilkan adalah: a. Meningkatnya profesionalisme dosen dan tenaga kependidikan pada Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). b. Meningkatnya kesejahteraan dosen dan tenaga kependidikan pada Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Lulusan atau output tersebut dapat dicapai melalui peningkatan kualifikasi pendidikan dosen dan tenaga kependidikan, penyediaan beasiswa dan bantuan belajar, penyediaan tunjangan fungsional, tunjangan profesi dan tunjangan lainnya bagi dosen.

Prinsip, Peranan dan Sasaran Supervisi Pendidikan Islam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ialah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya pendidikan, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan prajabatan maupun program dalam jabatan. Tidak semua guru yang dididik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru itu perlu terus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara potensial. Selain itu pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus-menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mobilitas masyarakat. Masyarakat mempercayai, mengakui dan menyerahkan kepada guru untuk mendidik tunas-tunas muda dan membantu mengembangkan potensinya secara professional. Kepercayaan, keyakinan, dan penerimaan ini merupakan substansi dari pengakuan masyarakat terhadap profesi guru. Implikasi dari pengakuan tersebut mensyaratkan guru harus memiliki kualitas yang memadai. Tidak hanya pada tataran normatif saja namun mampu mengembangkan kompetensi yang dimiliki, baik kompetensi personal, professional, maupun kemasyarakatan dalam selubung aktualisasi kebijakan pendidikan. Hal tersebut lantaran guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tataran institusional dan eksperiensial, sehingga upaya meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari aspek “guru” dan tenaga kependidikan lainnya yang menyangkut kualitas keprofesionalannya maupun kesejahteraan dalam satu manajemen pendidikan yang professional. Sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan pendidikan di Negara kita Indonesia maka kewajiban dan tanggung jawab para pemimpin pendidikan umumnya dan kepala sekolah khususnya mengalami perkembangan dan perubahan pula. Adapun perubahan-perubahan tersebut adalah perubahan dalam tujuan, perubahan dalam scope (luasnya tanggung jawab atau kewajiban) dan perubahan dalam sifatnya. Ketiga aspek tersebut sangat berhubungan erat dan sukar untuk dipisahkan satu dari yang lain. Adanya perubahan dalam tujuan pendidikan, mengubah pula scope atau luasnya tanggung jawab yang harus dipikul dan dilaksanakan oleh para pemimpin pendidikan. Hal ini mengubah pula bagaimana sifat-sifat kepemimpinan yang harus dijalankan sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tugas kepala sekolah, disamping mengatur jalannya sekolah, juga harus dapat bekerja sama dan berhubungan erat dengan masyarakat. Ia berkewajiban membangkitkan semangat staf guru dan pegawai sekolah untuk bekerja lebih baik. Sebagai seorang supervisor tidak sedikit masalah yang dihadapi dalam melaksanakan tugasnya. Ada beberpa prinsip-prinsip dasar yang harus diketahui oleh seorang supervisor, salah satunya prinsip yang kaitannya dengan ilmiah, yang mencakup unsure sistematika, obyektif dan instrument. dan masih ada beberapa prinsip yang harus dipaparkan, yang akan dipaparkan pada pembahasan berikutnya. Prinsip ini sangat perlu diketahui, khususnya para supervisor guna lebih memahami sebenarnya tugas yang diembannya sebagai supervisor. Dalam perannya supervisor juga sangat berpengaruh dalam kestabilan pembelajaran, karena pada dasarnya peran supervisor yaitu menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga guru guru merasa aman dan bebas, dalam mengembangkan potensi dan daya kreasi mereka dengan penuh tanggung jawab. Begitu pentingnya peran seorang supervisor dalam meningkatkan kualitas pendidik, peserta didik serta system ada didalam instansi. Dan ini membutuhkan penjelasan yang lebih mendalam agar tercapainya tujuan pendidikan yang ada. Melihat dari sasaran seorang supervisor dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu edukatif, administrative, orang yang disupervisi dan yang terakhir aspek kebijakan dirjen. Pembahasan lebih rinci akan dibahas pada pembasan . dengan ini pemakalah akan mengambil pembahasan yang kaitannya dengan “Prinsip, peran dan sasaran supervisi pendidikan islam” .dengan bahasan ini pemakalah mengharapkan agar dapat memberikan tambahan wawasan terkait prinsip, peran dan sasaran Supervisi Pendidikan Islam. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah Prinsip Supervisi Pendidikan Islam ? 2. Bagaimanakah Peranan Supervisi Pendidikan Islam ? 3. Bagaimanakah Sasaran Supervisi Pendidikan Islam ? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui Prinsip Supervisi Pendidikan Islam. 2. Untuk mengetahui Peranan Supervisi Pendidikan Islam. 3. Untuk mengetahui Sasaran Supervisi Pendidikan Islam. BAB II PEMBAHASAN A. Prinsip Supervisi Pendidikan Islam Pengertian prinsip menurut kamus wikipedia adalah suatu pernyataan fundamental atau kebenaran umum maupun individual yang dijadikan oleh seseorang atau kelompok sebagai sebuah pedoman untuk berpikir atau bertindak. Dalam pengertian umum prinsip adalah suatu pegangan hidup yang diyakini seseorang mampu membantu dirinya mencapai tujuan hidup yang dia inginkan atau diprogramkan. Sementara Supervisi pendidikan diartikan sebagai bimbingan profesional bagi guru-guru. Bimbingan profesional yang dimaksud adalah segala usaha yang memberikan kesempatan bagi guru-guru untuk berkembang secara profesional, agar lebih maju lagi dalam melaksanakan tugas pokok yaitu memperbaiki dan meningkatkan proses belajar murid-murid. Oleh karena itu suatu pengajaran sangat tergantung pada kemampuan mengajar guru, maka kegiatan supervisi menaruh perhatian utama pada peningkatan kemampuan profesional guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu proses belajar mengajar. Dalam analisis terakhir, kualitas supervisi akan direfleksikan pada peningkatan hasil belajar murid. Seorang supervisor apakah dia Kepala Sekolah, Penilik Sekolah atau Pengawas dalam melaksanakan supervisi hendaknya berdasarkan pada prinsip-prinsip supervisi. Yang dimaksud prinsip-prinsip supervisi pendidikan adalah kaidah-kaidah yang harus dipedomani atau dijadikan landasan dalam melakukan kegiatan supervisi. Adapun prinsip-prinsip supervisi adalah sebagai berikut: 1. Prinsip ilmiah (scientific) memiliki ciri-ciri: a. Sistematis, artinya dilaksanakan secara teratur, berencana dan berkelanjutan. Maksudnya kegiatan supervisi memiliki perencanaan yang pasti, teratur, pelaksanaannya secara berkelanjutan dan terus menerus. Walaupun setelah diadakan supervisi, seorang pendidik sudah benar-benar menjadi pendidik profesional sekalipun, supervisi masih harus dilaksanakan secara kontinue. Bertujuan untuk menjaga mutu atau kualitas seorang pendidik tersebut. Karena tidak mungkin seseorang tidak menemukan kesulitan dalam setiap kegiatan atau aktifitas yang sedang dihadapi. Untuk memecahkan problematika yang muncul dalam kegiatan pembelajaran dapat diatasi dengan supervisi. Jadi berapa bulan sekali supervisi diadakan? Kapan pelaksanaannya, bagaimana pelaksanaannya? Sudah ditentukan sebagai kegiatan yang terencana, sesuai prinsip tersebut. b. Objektif, artinya data yang didapat berdasarkan hasil observasi nyata. Kegiatan-kegiatan perbaikan atau pengembangan berdasarkan hasil kajian kebutuhan-kebutuhan guru atau kekurangan-kekurangan guru, bukan berdasarkan tafsiran pribadi. Melainkan kegiatan nyata dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Maksudnya seorang supervisi tidak boleh menyimpulkan sebuah permasalahan tanpa meninjau atau menindak lanjuti dari fakta-fakta yang ada. Hanya mengandalkan penafsiran diri sendiri. c. Menggunakan alat (instrumen) yang dapat memberi informasi sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses belajar mengajar. Misalnya untuk memperoleh data diperlukan alat perekam data, seperti angket, observasi, percakapan pribadi, dan seterusnya. 2. Prinsip Demokratis Prinsip yang menujunjung tinggi asas musyawarah. Layanan dan bantuan yang diberikan supervisor kepada guru berdasarkan jalinan hubungan kemanusiaan yang akrab dan suasana kehangatan, sehingga guru-guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya. Perlu diingat seorang supervisor tidak boleh memiliki sifat terlalu menjaga image. Jadi dengan prinsip demokratis ini dapat tercipta kerukunan yang erat antara kedua belah pihak, hubungan kekeluargaan yang baik, kesatuan fikiran dan tujuan. Prinsip demokratis juga dapat diartikan menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru. Meskipun di kantor guru berperan sebagai bawahan, tetapi tidak ada kesenjangan sosial antara guru dengan supervisor. Guru dapat memunculkan pendapat atas ide-ide atau gagasan terbaru yang dimilikinya. Keputusan-keputusan maupun pendapat dari supervisor juga dapat diterima dengan baik oleh guru. Sehingga tujuan supervisi pendidikan dapat tercapai. 3. Prinsip kerjasama Artinya mengembangkan usaha bersama atau menurut istilah supervisi sharing of idea, sharing of experience, memberi support atau mendorong, menstimulasi guru, sehingga mereka merasa tumbuh bersama. Maksudnya kerjasama seluruh staf dalam kegiatan pengumpulan data, analisa data dan perbaikan serta pengembangan proses belajar mengajar hendaknya dilakukan dengan cara kerjasama seluruh staf sekolah. Dengan adanya kerjasama tersebut, terciptalah situasi belajar mengajar yang lebih baik. 4. Prinsip konstruktif dan kreatif Setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas kalau supervisi mampu mencipakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang menakutkan. Misalkan sehari-hari menampilan raut muka yang tidak menyenangkan di depan guru-guru. Tidak memiliki perhatian lebih dengan guru-guru. Minimnya berkomunikasi dengan guru-guru. Terlalu mengedepankan sikap “jaga image” seakan muncul garis dinding yang kokoh sebagai pembatas kedudukan antara supervisor dan guru, atasan dan bawahan. Sang Supervisor lebih merasa berkuasa atas keputusan yang diambilnya, kemudian mengambil keputusan yang semena-mena tanpa memperhatikan hasil penelitian dan faktor-faktor lain. Dalam hal ini guru merasa dikucilkan karena selalu disalahkan. Prinsip konstruktif dan kreatif ini bertujuan membina inisiatif guru dan mendorong guru untuk aktif menciptakan suasana dimana setiap orang akan merasa aman dan bebas mengembangkan potensi-potensinya. Supervisor perlu menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip tersebut di atas. Kalau ada Supervisor yang memaksakan kehendak, menakut-nakuti guru, yang justru akan melumpuhkan kreativitas anggota staf perlu diubah. Sikap korektif misalnya, suka mencari-cari kesalahan harus diganti dengan sikap kreatif dimana setiap orang mau dan mampu menumbuhkan serta mengembangkan kreativitasnya untuk perbaikan pengajaran. Pada dasarnya prinsip-prinsip supervisi akan diarahkan pada 3 hal sebagai berikut: 1. Prinsip Fundamental Yaitu prinsip yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur Pancasila dan Agama. Pancasila merupakan dasar atau prinsip fundamental bagi setiap supervisor pendidikan Indonesia. Bahwa seorang supervisor haruslah seorang pancasilais sejati. 2. Prinsip Praktis a. Hal-hal dari prinsip negatif yang harus dihindari: 1) supervisi tidak boleh bersifat mendesak (otoriter). 2) supervisi tidak boleh didasarkan atas kekuasaan. 3) supervisi tidak boleh lepas dari tujuan pendidikan dan pengajaran. 4) supervisi hendaknya tidak hanya menilai hal-hal yang nampak atau terlihat. 5) supervisi tidak mencari kelemahan atau kekurangan atau kesalahan. 6) Supervisi jangan terlalu berharap cepat mengharapkan hasil atau perubahan. b. Prinsip positif, yaitu prinsip yang patut kita ikuti antara lain: 1) Supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif. 2) Supervisi harus kreatif dan konstruktif. 3) Supervisi harus scientific dan efektif. 4) Supervisi harus dapat memberi perasaan aman kepada guru-guru. 5) Supervisi harus berdasarkan kenyataan. 6) Supervisi harus memberi kesempatan kepada guru mengadakan Self Evolution. Menurut E. Mulyasa prinsip-prinsip supervisi antara lain: 1. Hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hirarkis. 2. Dilaksanakan secara demokratis. 3. Berpusat pada tenaga kependidikan (guru). 4. Dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga kependidikan (guru). 5. Merupakan bantuan professional. Untuk dapat menjalankan tugas supervisi sebaik-baiknya, Kepala Sekolah (Supervisor) hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Supervisi hendaknya bersifat konstruktif dan kreatif yaitu pada yang dibimbing dan diawasi harus dapat menimbulkan dorongan untuk bekerja. 2. Supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenar-benarnya (realistis, mudah dilaksanakan). 3. Supervisi harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya. Adapun prinsip yang harus di pegang teguh oleh supervisor dalam melaksanakan proses evaluasi, yaitu: 1. Komprehensif, evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh. Semua variable kegiatan dan aspek yang terkait dengannya harus dijabarkan dengan jelas sampai ke detil indikatornya. 2. Kooperatif, untuk mendapatkan informasi yang lengkap diperlukan kerja sama antara subjek evaluasi dan objek evaluasi. 3. Kontinyu dan relevan dengan kurikulum, evaluasi hendaknya dilakukan secara terus-menerus, membidik semua tahapan kegiatan, dan saling sambung-sinambung. 4. Objektif, evaluator diharapkan menanggalkan semua hal yang berkaitan dengan subjektivitas. 5. Humanis, untuk mendapatkan data yang akurat, lengkap dan objektif, proses evaluasi yang dilakukan supervisor harus mengedepankan dimensi-dimensi kemanusiaan. 6. Aman, proses evaluasi yang dilakukan hendaknya menjaga privasi individu, jangan menebar ketakutan-ketakutan diantara objek yang kita supervisi. B. Peranan Supervisi Pendidikan Islam Peranan supervisi pendidikan yang sangat penting diketahui oleh para pimpinan pendidikan termasuk kepala sekolah, adalah sebagai berikut: 1. Dalam bidang kepemimpinan a. Memberikan bantuan kepada anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan. b. Membangkitkan dan memupuk semangt kelompok atau memupuk moral yang tinggi kepada anggota kelompok. c. Membagi-bagi dan mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anggota kelompok, sesuai dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing-masing. 2. Dalam hubungan kemanusiaan a. Memupuk rasa saling menghormati di antara sesame anggota kelompok dan sesame manusia. b. Menghilangkan rasa saling curiga mencurigai antara anggota kelompok. c. Membantu mengatasi kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok. 3. Dalam pembinaan proses kelompok a. Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing. b. Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat diantara anggota kelompok. c. Menguasai teknik-teknik memimpin rapat dan pertemuan-pertemuan lain. 4. Dalam bidang administrasi personal a. Memilih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan. b. Menempatkan personel pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing. c. Mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal. 5. Dalam bidang evaluasi a. Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terperinci. b. Menguasai dan memiliki norma-norma atau ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai kriteria penilaian. c. Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan. Fungsi supervisi pendidikan adalah sebagai layanan atau bantuan kepada guru untuk mengembangkan situasi belajar mengajar. Konsep supervisi sebenarnya diarahkan kepada pembinaan. Artinya kepala sekolah, guru dan para personel lainnya di sekolah diberi fasilitas untuk meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya Supervisor mempunyai fungsi-fungsi utama, antara lain: 1. Menetapkan masalah yang betul-betul mendesak untuk ditanggulangi. 2. Menyelenggarakan inspeksi, yaitu sebelum memberikan pelayanan kepada guru, supervisor lebih dulu perlu mengadakan inspeksi sebagai usaha mensurvai seluruh sistem yang ada. 3. Memberikan solusi terhadap hasil inspeksi yang telah di survei. 4. Penilaian. 5. Latihan. 6. Pembinaan atau pengembangan. Dilihat dari fungsi yang telah ada, tampak jelas peranan supervisi pendidikan. Peranan supervisi dapat dikemukakan oleh berbagai pendapat para ahli yang menyimpulkan tetang tugas dan fungsi supervisor: 1. Koordinator, sebagai koordinator supervisor dapat mengkoordinasi program-program belajar mengajar, tugas-tugas anggota staf berbagai kegiatan yang berbeda-beda diantara guru-guru. 2. Konsultan, sebagai konsultan supervisor dapat memberikan bantuan, bersama mengkonsultasikan masalah yang dialami guru baik secara individual maupun secara kelompok. 3. Pemimpin kelompok, supervisor dapat memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensi kelompok, pada saat mengembangkan kurikulum, materi pelajaran dan kebutuhan profesional guru secara bersama-sama. 4. Evaluator, supervisor dapat membantu guru dalam menilai hasil dan proses belajar, dapat menilai kurikulum yang sedang dikembangkan. Permasalahan yang terjadi dilapangan ternyata unjuk kinerja yang harus dilakukan oleh para supervisor adalah merubah pola lama dan supervisi menjadi tidak bermakna. Ketidak bermaknaan tersebut disebabkan oleh: 1. Supervisi disamakan dengan kontroling atau pekerjaan pengawas. Supervisor lebih banyak mengawasi dari pada berbagi ide untuk menyelesaikan permasalahan. Akibatnya guru menjadi takut jika untuk diawasi dan dievaluasi. 2. Kepentingan dsan kebutuhan supervisi bukannya datang dari para guru, melainkan supervisor sendiri menjalankan tugasnya. 3. Supervisor kurang memahami apa yang menjadi tugasnya, sedangkan guru tidak tanggap dengan permasalahannya. 4. Secara umum, guru tidak suka disupervisi walaupun hal itu merupakan bagian dari proses pendidikan. Dampak penyebab di atas peran supervisi dalam organisasi lembaga pendidikan menjadi lemah, kurang efisien dan efektif. Artinya tidak hanya dari satu pihak saja yang diberikan beban ketidakberhasilan sebuah pendidikan. Kinerja supervisi juga harus dilakukan dengan profesional dan kompeten serta mempunyai visi misi yang luas untuk memperbaiki dan membantu para guru. C. Sasaran Supervisi Pendidikan Islam Adapun sasaran supervisi pendidikan Islam dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu : 1. Aspek edukatif, meliputi kurikulum, proses belajar mengajar, evaluasi dan kegiatan extrakulikuler. 2. Aspek administratif, meliputi administrasi madrasah, lembaga administrasi ketenagaan, administrasikesiswaan, administrasi perpestakaan. 3. Aspek orang yang disupervisi, meliputi kepala madrasah, guru mata peljaran umum, guru rumpun mata pelajaran agama islam, guru pembimbing, tenaga administrasi di sekolah dan siswa siswi. 4. Dari aspek kebijakan, meliputi pemerataan pendidikan, tenaga kependidikan, dan kesiswaan, pengembangan kurikulum, pengembangan sarana dan prasarrana pendidikan, pengembangan, kegiatan ekstrakurikuler dan pola pembinaan pendidikan Islam terpadu. Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa sasaran dari kegiatan supervisi pendidikan atau pengawasan ini meliputi bidang akademik bidang administratif, ketenagaan dan kesiswaan. BAB III KESIMPULAN Prinsip supervisi adalah sebagai berikut: 1. Prinsip ilmiah (scientific) memiliki ciri-ciri: a. Sistematis b. Objektif, c. Menggunakan alat (instrumen) 2. Prinsip Demokratis 3. Prinsip kerjasama 4. Prinsip konstruktif dan kreatif Peranan supervisi pendidikan yang sangat penting diketahui oleh para pimpinan pendidikan termasuk kepala sekolah, adalah sebagai berikut: 1. Dalam bidang kepemimpinan 2. Dalam hubungan kemanusiaan 3. Dalam pembinaan proses kelompok 4. Dalam bidang administrasi personel 5. Dalam bidang evaluasi Secara garis besar dapat dikemukakan bahwa sasaran dari kegiatan supervisi pendidikan atau pengawasan ini meliputi bidang akademik bidang administratif, ketenagaan dan kesiswaan.

Media Pembelajaran Grafis, Visual, Audio dan Audio Visual




MEDIA PEMBELAJARAN
GRAFIS, VISUAL, AUDIO DAN AUDIO VISUAL

MAKALAH

(REVISI)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Teknologi Pendidikan Islam



Dosen Pengampu:

 Dr. As’aril Muhajir, M. Ag.



 

 

 



Disusun Oleh:

ERLIK KHOIRUN NISAK
NIM. 2841114013


SEMESTER III (TIGA)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM (PI)
PROGRAM PASCASARJANA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) TULUNGAGUNG

2013
MEDIA PEMBELAJARAN
GRAFIS, VISUAL, AUDIO DAN AUDIO VISUAL

A.    Pendahuluan
Penggunaan media dalam proses belajar mengajar dewasa ini bukan lagi merupakan suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan. Karena dengan adanya media, akan lebih meningkatkan daya serap siswa dalam memahami pesan-pesan pembelajaran. Kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting dalam proses belajar mengajar. Karena dalam kegiatan belajar mengajar, ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara.
Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar sangat dianjurkan karena untuk mempertinggi kualitas pembelajaran.[1] Media pembelajaran juga digunakan dalam upaya peningkatan atau mempertinggi mutu proses kegiatan belajar mengajar.[2] Selain itu media juga  merupakan sarana yang membantu proses pembelajaran terutama yang berkaitan dengan indera pendengaran dan penglihatan. Dengan adanya media dapat mempercepat proses pembelajaran karena dapat mempercepat pemahaman murid.[3]
Sebagai alat bantu, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pembelajaran dan media juga digunakan sebagai alat, metode serta teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektifitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah.[4]
Namun, meskipun begitu pentingnya alat atau media bagi tercapainya tujuan pendidikan, masih banyak dijumpai lembaga-lembaga pendidikan yang kurang mementingkan suatu alat atau media tersebut. Terbukti banyak ditemukan kasus guru yang tidak mempergunakan media sesuai dengan bahan yang diajarkan sehingga siswa mengalami banyak kesulitan dalam menyerap dan memahami pelajaran yang disampaikan, guru kesulitan menyampaikan bahan pelajaran, banyak siswa yang merasa bosan terhadap pelajaran tertentu. Hal ini dapat diidentifikasikan sebagai masalah kurangnya penggunaan media dalam pembelajaran.


Dalam proses pembelajaran, banyak sekali media yang digunakan seperti media grafis, media visual, media audio dan media audio visual. Dalam makalah ini, akan kami bahas mengenai media grafis, media visual, media audio dan media audio-visual dalam bab pembahasan.

B.     Pembahasan
Berikut macam-macam dan pengertian dari beberapa media pembelajaran antara lain: [5]
  1. Media Pembelajaran Grafis
Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal,  selain itu juga untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Selain itu, grafis biasanya digunakan untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, dan mengilustrasikan fakta-fakta sehingga menarik dan mudah diingat orang.[6]
Macam-macam media grafis antara lain:[7]
a.       Diagram
Diagram adalah suatu gambaran-gambaran sederhana untuk memperlihatkan hubungan timbal balik berupa garis-garis diagram yang sangat sederhana yakni hanya bagian-bagian terpenting saja yang diperlihatkan.
b.      Grafik
Grafik adalah suatu grafis yang menggunakan titik-titik atau garis untuk menyampaikan informasi statistik yang saling berhubungan.
c.       Poster
Poster merupakan kombinasi visualisasi yang kuat dengan warna dan pesan dengan maksud untuk menangkap perhatian orang yang sedang melintas.
d.      Kartun
Kartun digambarkan dalam bentuk lukisan atau karikatur tentang orang, gagasan atau situasi yang didesain untuk mempengaruhi opini masyarakat.
e.        Komik
Komik merupakan suatu bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu berita dalam urutan yang erat dihubungkan dengan gambar dan di rancang untuk memberikan hiburan pada pembaca.
f.       Gambar
Media grafis paling umum digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, karena merupakan bahasa yang umum dan mudah dimengerti oleh peserta didik.


g.      Bagan
Bagan merupakan media yang berisi tentang gambar-gambar keterangan-keterangan, daftar-daftar dan sebagainya.
Karakteristik media dapat dilihat menurut kemampuan membangkitkan rangsangan indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, maupun penciuman atau kesuaiannya dengan tingkatan hierarki belajar. Untuk tujuan praktis, karakteristik beberapa jenis media lazim digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
Kelemahan media grafis antara lain:
a.       Membutuhkan keterampilan khusus dalam pembuatannya, terutama untuk grafis yang lebih kompleks.
b.      Penyajian pesan hanya berupa unsur visual.
Kelebihan media grafis antara lain:
a.       Dapat mempermudah dan mempercepat pemahaman siswa terhadap pesan yang disajikan.
b.      Dapat dilengkapi dengan warna-warna sehingga lebih menarik perhatian siswa.

  1. Media Pembelajaran Visual
Media visual adalah media yang menyampaikan informasi dalam bentuk gambar atau secara visual sehingga tidak terdapat suara. media visual ada berbagai jenisnya meliputi modul, poster, buku, gambar, grafik dan lain sebagainya. kegunaan media visual dalam pembelajaran sangat banyak sekali salah satunya adalah membantu mengoptimalkan para tipe pembelajar bergaya visual, sehingga media visual itu sangat berpotensi dan mempunyai banyak manfaat dalam mewujudkan gambaran abstrak menjadi gambaran nyata.[8] Terdapat dua jenis pesan yang dibuat dalam media visual, yakni pesan verbal dan non verbal. Pesan verbal visual terdiri atas kata-kata (bahasa verbal) dalam bentuk tulisan dan pesan non verbal visual adalah pesan yang dituangkan kedalam simbol-simbol non verbal visual.
Media visual memiliki beberapa fungsi dan manfaat. Fungsi media visual adalah untuk menarik perhatian, memperjelas sajian ide, menggambarkan fakta yang mungkin akan cepat dilupakan jika tidak divisualkan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pembelajaran yang diserap melalui media penglihatan (media visual), terutama media visual yang menarik, dapat mempercepat daya serap peserta didik dalam memahami pelajaran yang disampaikan. Salah satu keuntungan penggunaan media pembelajaran visual adalah bentuknya dapat dibuat semenarik mungkin agar anak tertarik untuk mempelajarinya. Media Visual terdiri dari:[9]
a.    Media yang tidak diproyeksikan
1)   Media realia adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup, ekosistem, dan organ tanaman.
2)   Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang merupakan representasi atau pengganti dari benda yang sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu sebagai pengganti realita. Misal untuk mempelajari sistem gerak, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf pada hewan.
b.    Media proyeksi
1)   Transparansi OHP merupakan alat bantu mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi perangkat lunak (Overhead transparancy/OHT) dan perangkat keras (Overhead projector/OHP).
2)   Film bingkai atau slide adalah film transparan yang umumnya berukuran 35 mm dan diberi bingkai 2X2 inci. Dalam satu paket berisi beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk menyajikan dibutuhkan proyektor slide.

  1. Media Pembelajaran Audio

Media Audio (media dengar) adalah media yang isi pesannya hanya diterima melalui indera pendengaran. Dengan kata lain, media jenis ini hanya melibatkan indera dengar dan memanipulasi unsur bunyi atau suara semata.[10]

 Dilihat dari sifat pesan yang diterima, media audio ini bisa menyampaikan pesan verbal maupun non verbal. Pesan verbal berupa bahasa lisan atau kata-kata, sedangkan pesan non verbal berwujud bunyi-bunyian dan vokalisasi, seperti gerutuan, gumam dan musik. [11]

Untuk dapat menggunakan perangkat audio sebagai media pembelajaran, maka ada baiknya kita mengenal peralatan audio tersebut, terutama peralatan yang mampu merekam suara. Di antaranya adalah:[12]

a.     Phonograph (Gramaphone)

Alat rekam ini menggunakan cakram datar yang disebut gramafon (gramaphone), yang kemudian dikenal dengan nama piringan hitam (record), yang telah berkali-kali mengalami perkembangan pembuatannya. Piringan hitam ini, mampu merekam berbagai macam suara mulai dari ucapan kata-kata, suara badai, kicau burung, musik simponi dan lain-lain.hanya saja piringannya mudah tergores dan aus serta diameternya yang besar. Alat ini cocok digunakan untuk musik, drama, puisi, dongeng, tutur cerita dan lain-lain.

b.      Open Reel Tapes

Kelebihan program audio yang menggunakan pita Open Reel Tape Recorder ialah kualitas suaranya lebih bagus dibandingkan dengan pita kaset. Open Reel Tape Recorder ini, ada yang menggunakan sestem full track (mono) dan yang menggunaka sistem stereo. Namun pada umumnya program-program audio diperbanyak dalam bentuk mono.

c.       Cassette Tape Recorder

Perekam kaset audio ini adalah yang paling popular dalam masyarakat. Untuk berbagai keperluan maka dibuat pita kaset dalam beberapa kualitas, yaitu dari yang paling rendah, normal dan metal. Namun umumnya program audio (untuk pendidikan), dibuat di atas pita kaset normal.

d.       Compact Disc (CD)

Inovasi secara revolusioner di dunia audio rekam terjadi pada tahun 1979, yakni lahirnya compact disc (CD) sebagai hasil percampuran computer dan tenaga laser. Compact Disc atau cakram padat adalah sebuah piringan optical yang digunakan untuk menyimpan data secara digital. Teknologi cakram padat kemudian diadopsi untuk digunakan sebagai alat penyimpan data  yang dikenal sebagai CD-ROM.

e.        Radio

Radio adalah satu alat komunikasi elekro magnetic untuk mengirim dan menerima pesan suara dengan menggunakan sistem gelombang suara melalui udara.

Pemancar radio mengubah, atau melakukan modulasi gelombang radio agar dapat menyampaikan informasi. Dalam dunia pendidikan, hingga kini radio masih digunakan sebagai media pembelajaran, khususnya untuk program pembelajaran jarak jauh. Penggunaan radio sebagai media pendidikan tidak perlu diragukan lagi peranannya, hal ini disebabkan karena radio memiliki daya jangkauan yang luas.

Kelebihan Media Audio adalah :

a.    Sifatnya mudah untuk dipindahkan.

b.    Dapat digunakan bersama-sama dengan alat perekam radio, sehingga dapat diulang atau diputar kembali.

c.    Dapat merangsang partisifasi aktif pendengaran siswa, serta dapat mengembangkan daya imajinasi seperti menulis dan  menggambar. 

Kekurangan Media Audio adalah :

a.    Dalam suatu rekaman sulit menemukan lokasi suatu pesan atau informasi, jika pesan atau informasi tersebut berada ditengah-tengah pita, apalagi jika radio, tape tidak memiliki angka-angka penentuan putaran.

b.    Kecepatan rekaman dan pengaturan trek yang bermacam-macam menimbulkan kesulitan untuk memainkan kembali rekaman yang direkam pada suatu mesin perekam yang berbeda.

 

  1. Media Pembelajaran Audio Visual
Media audio visual adalah media modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi), meliputi media yang dapat dilihat dan dapat di dengar.[13] Media audio visual adalah media yang mempunyai unsur suara dan gambar. Berikut jenis-jenis media audio visual:
a.    Audio visual diam, yaitu media yang menyampaikan pesan melalui benda diam yang dapat diterima oleh indera pendengaran dan indera pengelihatan, akan tetapi gambar yang dihasilkannya adalah gambar diam atau sedikit memiliki unsur gerak. Jenis media ini antara lain media sound slide (slide suara), film bingkai suara (sound slide), film rangkai suara, dan cetak suara.
b.    Audio visual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsure-unsur dan gambar yang bergerak seperti film suara dan video-cassette.
c.    Audio visual murni, yaitu baik unsure suara maupun unsure gambar berasal dari satu sumber seperti film video-cassette.
d.   Audio visual tidak murni, yaitu yang unsure suara dan unsure gambarnya berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsure gambarnya bersumber dari tape recorder. Contoh lainnya adalah film strop suara dan cetak suara.[14]

C.    Pengembangan Media dalam Pendidikan Islam
Dalam menyampaikan pesan pendidikan agama diperlukan media pengajaran. Media pengajaran pendidikan agama adalah perantara atau pengantar pesan guru agama kepada penerima pesan yaitu siswa. Media pengajaran ini sangat diperlukan dalam merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian sehingga terjadi proses belajar mengajar serta dapat memperlancar penyampaian pendidikan agama Islam.
Media pembelajaran dalam Pendidikan Agama Islam (PAI)  juga dapat diartikan semua aktifitas yang ada hubungannya dengan materi Pendidikan Agama Islam, baik yang berupa alat yang dapat diperagakan maupun teknik atau metode yang secara efektif dapat digunakan oleh guru agama dalam rangka mencapai tujuan tertentu dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Diantaranya adalah Uswatun Khasanah (teladan yang baik),  kebiasaan, nasehat dan cerita, disiplin, partisipasi, pemeliharaan, papan tulis,  buku pelajaran, film atau gambar hidup, radio pendidikan, TV pendidikan, computer dan karyawisata.      
Dalam pemilihan media pembelajaran agama Islam, hendaknya disesuaikan dengan tujuan pengajaran agama itu sendiri, bahan atau materi yang akan disampaikan, ketersediaan alat, pribadi guru, minat dan kemampuan siswa serta situasi pengajaran yang akan berlangsung, sehingga penggunaan media bukan sekedar upaya untuk membantu guru dalam mengajar, tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai usaha yang ditujukan untuk memudahkan siswa  dalam mempelajari pengajaran agama.
Setelah membahas alat atau media pembelajaran, maka kita tinggal memilih media pembelajaran apa yang cocok untuk dipraktekkan kepada siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Terkait dengan pembelajaran agama Islam, maka media yang digunakan juga bermacam-macam.
Usaha Nabi dalam menanamkan akidah agama yang dibawanya dapat diterima dengan mudah oleh umatnya yaitu dengan menggunakan media yang tepat berupa media contoh atau teladan perbuatan-perbuatan baik Nabi sendiri (Uswatun Khasanah). Istilah Uswatun Khasanah barangkali dapat diidentifikasikan dengan demonstrasi yaitu memberikan contoh dan menunjukkan tentang cara berbuat atau melakukan sesuatu. Media ini selalu digunakan Nabi dalam mengajarkan ajaran-ajaran agama kepada umatnya, misalnya dalam mempraktekkan sholat.
Selanjutnya, melalui suri tauladan atau model perbuatan dan tindakan yang baik, maka guru agama akan dapat menumbuhkembangkan sifat dan sikap yang baik pula terhadap anak didik. Begitupula sebaliknya. Kemudian daripada itu, media pendidikan agama dapat juga diartikan semua aktifitas yang ada hubungannya dengan materi pendidikan agama, baik yang berupa alat yang dapat diperagakan maupun teknik atau metode yang secara efektif dapat digunakan oleh guru agama dalam rangka mencapai tujuan tertentu dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Media yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam ada dua macam, yaitu media yang bersifat benda (materiil) dan yang bukan benda:
1.    Alat yang bersifat benda
a.    Media tulis seperti Al-Qur’an, Hadis, Tauhid, Fiqih, Sejarah. 
b.    Benda-benda alam seperti hewan, manusia dan tumbuh-tumbuhan.
c.    Gambar-gambar yang dirancang seperti grafik. 
d.   Gambar yang diproyeksikan seperti video, transparan.
e.    Audio recording (alat untuk didengar), seperti kaset, tape dan radio.
2.    Alat  yang bersifat bukan benda
a.    Keteladanan.
b.    Perintah atau Larangan.
c.    Ganjaran dan Hukuman.
Peranan media dalam pengembangan pendidikan Islam sangatlah penting, dan agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien serta agar tujuan dalam pengembangan pendidikan Islam dapat tercapai, maka dalam pemilihan media ada faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain: [15]
1.    Tujuan instruksional yang ingin dicapai.
2.    Karakteristik siswa.
3.    Jenis rangsangan belajar yang diinginkan.
4.    Keadaan latar belakang dan lingkungan siswa.
5.    Pemilihan media harus sesuai atau cocok dalam pencapaian tujuan pendidikan Islam yang telah ditetapkan.
6.    Pendidik atau guru memahami peranan dari alat pendidikan yang dimaksud dan ia cakap untuk menggunakan alat pendidikan yang diamaksud, misalnya guru mampu mengatasi batas-batas ruang kelas, maksudnya benda-benda yang akan diajarkan sulit dibawa kedalam kelas, jadi guru dapat mengajarkannya melalui film strip atau film slide.
7.      Anak didik mampu menerima penggunaan alat pendidikan sesuai dengan keadaan dirinya. Dalam hal ini pertimbangan terhadap kondisi anak didik sangatlah penting, sebab anak didiklah yang akan menerima dan mengolah pengaruh pendidikan yang dimaksud demi pencapaian kedewasaan dirinya.[16]
8.      Mengatasi perbedaan pengalaman pribadi peserta didik. Misalnya peserta didik yang bertempat tinggal didaerah pegunungan yang belum pernah melihat lautan dapat digunakan media film atau video kaset.
9.      Mengatasi peristiwa-peristiwa alam. Misalnya terjadinya letusan gunung berapi, terjadinya banjir, pertumbuhan tumbuhan, perkembangbiakan binatang, dapat digunakan media gambar atau film.
10.  Mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
11.  Mampu memberikan kejelasan materi yang disampaikan kepada peserta didik.
12.  Mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu.[17]
Adapun singkatnya yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam pemilihan media pembelajaran pendidikan Islam yaitu media pembelajaran pendidikan Islam digunakan untuk peningkatan interaksi belajar mengajar yang bermanfaat bagi peserta didik, serta merupakan upaya dalam menumbuhkan motivasi atau menggugah minat siswa agar mau belajar.[18]

D.    Kesimpulan
Dengan media pembelajaran pelaksanaan proses belajar mengajar akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih di pahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik, metode mengajar akan lebih bervariasi, sehingga siswa tidak bosan, dan guru tidak kehabisan tenaga, siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan serta mendemonstrasikan.
Selain itu, dapat menjadikan perkembangan  berpikir siswa, dimulai dari berpikir kongkrit menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks atau hal-hal yang abstrak dapat di kongkritkan, dan hal-hal yang kompleks dapat di sederhanakan. Dan juga membuat konkrit konsep yang abstrak, membawa objek yang sukar didapat ke dalam lingkungan belajar siswa, menampilkan objek yang terlalu besar, menampilkan objek yang tak dapat diamati dengan mata telanjang, mengamati gerakan yang terlalu cepat, memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar siswa, membangkitkan motifasi belajar, menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut kebutuhan.  





DAFTAR PUSTAKA


Bakry, Sama’un. 2005. Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Basuki dan M. Miftahul Ulum. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: STAIN Po Press. 2007

Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

Munadi, Yudhi. 2008. Media Pembelajaran, Sebuah Pendekatan Baru. Ciputat: Gaung Persada Press

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. cetakan keempat. Jakarta: Kalam Mulia. 2002

Rohani, Ahmad. 1997. Media Instruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta


Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. Media Pengajaran. Cet. IV. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2001


Tim Penyusun. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Uni El-Unnaity, Aspek Komunikasi Visual Dalam Pembelajaran, dalam http://murni-uni.blogspot.com/2011/05/aspek-komunikasi-visual-dalam.html

Usman, asyiruddin Dan Asnawir. Media Pembelajaran. Cetakan kesatu. Jakarta : Ciputat Press. 2002


[1] Nana Sudjana dan Ahmad Rivai, Media Pengajaran, Cet. IV, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2001), 3
[2] Asyiruddin Usman  dan Asnawir, Media Pembelajaran, Cet. I, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 19
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. IV, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), 180
[4] Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Ponorogo: STAIN Po Press, 2007), 133
[5] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 121-122.
[6]TP, Pengertian Macam-Macam Media Grafis, dalam http://tekpen07b.blogspot.com/2011/01/pengertian-macam-macam-media-grafis_30.html, diakses 26 September 2012
[7]TP, Pengertian Macam-Macam Media Grafis, dalam http://tekpen07b.blogspot.com/2011/01/pengertian-macam-macam-media-grafis_30.html, diakses 26 September 2012
[8] Uni El-Unnaity, Aspek Komunikasi Visual Dalam Pembelajaran, dalam http://murni-uni.blogspot.com/2011/05/aspek-komunikasi-visual-dalam.html, diakses 26 September 2012
[9] Setiasih, Media Audio Visual, dalam http://setiasih89.blogspot.com/2012/02/media-audio-visual.html, diakses 26 September 2012
[10] Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, Sebuah Pendekatan Baru, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2008), 148
[11] Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995),  966
[12] Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, Sebuah Pendekatan Baru…, 160-165
[13] Ahmad Rohani, Media Instruksional Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 97-98.
[14] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar…., 124-125
[15]Admin, Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran, dalam http://contohmakalahs.blogspot.com/2011/11/pengaruh-penggunaan-media-pembelajaran.html, diakses 26 September 2012
[16] Sama’un Bakry, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam …., 90-91
[17] Ahmad Rohani, Media Instruksional Edukatif…., 6-10
[18]Admin, Pengaruh Penggunaan Media Pembelajaran, dalam http://contohmakalahs.blogspot.com/2011/11/pengaruh-penggunaan-media-pembelajaran.html, diakses 26 September 201